Jejak Kerajaan Sriwijaya di Tanah Jambi
Ribuan tahun yang lalu, di tepian Sungai Batanghari yang luas dan berliku, berdirilah sebuah kerajaan besar yang namanya menggema sampai ke Tiongkok dan India — Sriwijaya.
Walau pusat awalnya di percaya berada di Palembang, namun daerah Jambi menjadi jantung kedua bagi kerajaan ini, terutama sebagai pelabuhan dagang dan pusat keagamaan Buddha.
Tanah Emas dan Sungai Batanghari
Jambi, dengan sungainya yang dalam dan subur, menjadi jalur penting perdagangan rempah, emas, damar, dan kapur barus. Dari sinilah kapal-kapal Sriwijaya berlayar ke Samudra Hindia, membawa kemakmuran bagi kerajaan.
Dalam naskah kuno Tiongkok abad ke-7, Sriwijaya di sebut sebagai negeri yang “kuat di laut” — mereka menguasai selat dan sungai, termasuk yang mengalir di Muara Sabak dan Muarojambi. Di sinilah jejak Sriwijaya di Jambi di temukan: kompleks Candi Muaro Jambi, yang hingga kini di yakini sebagai salah satu pusat pendidikan Buddha terbesar di Asia Tenggara kala itu.
Zaman Keemasan
Di bawah raja besar Dapunta Hyang Sri Jayanasa, Sriwijaya menaklukkan banyak wilayah: Bangka, Lampung, bahkan sebagian semenanjung Melayu. Dari Jambi, para rahib dan pelaut menyiarkan ajaran Buddha dan kebudayaan Melayu ke seluruh nusantara.
Para pelaut Jambi di kenal gagah berani. Mereka mengarungi laut dengan perahu berlayar besar, membawa lambang Garuda — simbol Sriwijaya yang melambangkan kebebasan dan kekuasaan.
Masa Keruntuhan
Namun, kejayaan tak abadi. Sekitar abad ke-11, kerajaan ini mulai melemah. Serangan dari Kerajaan Cola (India Selatan) mengguncang pusat Sriwijaya. Banyak pelabuhan direbut, dan pengaruh kerajaan beralih ke daerah Jambi.
Dari reruntuhan Sriwijaya inilah, muncul kerajaan-kerajaan baru di Jambi — seperti Melayu Dharmasraya — yang melanjutkan warisan budaya, bahasa, dan agama dari Sriwijaya.
Warisan di Tanah Jambi
Kini, jejak Sriwijaya masih bisa di rasakan di tanah Jambi:
Candi Muaro Jambi — bekas universitas Buddha kuno.
Sungai Batanghari — saksi arus dagang dan pelayaran Sriwijaya.
Bahasa Melayu Kuno — yang menjadi dasar Bahasa Indonesia modern.